Berdamai Saja Dengan Lelah
(langkah kaki ini akhirnya mulai letih untuk lari
mengejar setiap masalah yang sama)
Ini tentang perjalanan saya menelusuri kota
kecil yang dijuluki Venetiƫ van Java atau Venesianya Pulau Jawa. Entah harus
dimulai dari mana semua berjalan begitu mendadak dan begitu nekad hingga pada hari
itu dengan bermodal tas ransel biru dongker dengan perkakas nya saya berangkat
dari Stasiun Pasar Senen menuju Stasiun Semarang Tawang. Hari itu masih dalam
suasanan bulan Ramadhan sehingga perjalanan ini terasa begitu panjang, karena
yang paling ditunggu bukan hanya kapan waktu tiba di stasiun tujuan, tapi
kumandang azan magrib masih menjadi tranding topic untuk hal-hal yang paling
ditunggu-tunggu hari itu.
Malam itu ketika tiba di Stasiun Semarang
Tawang saya bertemu dengan orang yang akhirnya ingin saya temui setelah
beberapa waktu lamanya tidak berjumpa. Dia adalah teman satu kos (eh mantan teman satu kos deng) yang
kini telah kuliah dan menetap di Semarang, padahal sebelumnya ia menempuh
pendidikan tingginya di Intitusi yang sama dengan saya di ibu kota. Malam itu
rasa rindu begitu lepas melihat akhirnya kita bisa berjumpa dan bertegur sapa,
kalau di ingat waktu dulu saya selalu jadi pengganggu yang tiba-tiba tidur di
kamar kosan dia karena kondisi kosan yang sepi bagai tak berpenghuni. Perjalanan
dilanjutkan menuju daerah bernama Tembalang, daerah ini juga merupakan kawasan
Universitas Diponegoro yang merupakan salah satu perguruan tinggi yang terbaik
di Indonesia (yahhh gue minder sama univ
gue kan). Selama perjalanan melewati pinggiran kota Semarang yang
pemandangannya menghipnotis pikiran dari lampu-lampu yang indah, suasana kota
pinggiran yang terasa begitu kental, jalanan menanjak dan menurun yang begitu
membuat rindu akan kampung halaman, hingga disambut oleh patung Pangeran
Diponegoro di pertigaan jalan dengan kuda gagahnya.
Hari pertama berlalu dengan kisah tak
begitu rumit karena hany tentang perjalanan dan penantian. Berlanjut dengan
Hari kedua diawali dengan bangun sahur di Kota ini yang begitu pagi dan membuat
rasa malas ini begitu menguasai diri. Kita menghabiskan waktu dengan episode
pada drama korea yang begitu menguras waktu sampai pada waktu dimana waktu
berbuka tiba dan hari ini hanya dihabisakan untuk istirahat seharian. Singkat cerita semua berlalu bergitu
membosankan dan hari berganti malam dan saya terbuai dengan kesunyian daerah
ini, mnyusuri lorong gelap di ujung aspal hingga waktu memutuskan untuk duduk
sejanak menikmati secangkir kopi di warung angkringan di pinggir jalan.
Hari berganti mengingat waktu yang saya punya
tak selama masa liburan, hari ini dia membawa saya berkeliling Kota ini dengan
semua tujuan yang saya inginkan “mau
kemana, cari aja di google” begitulah ucapan laki-laki yang akrab saya
panggil Mas Fathoni ini. Tujuan utama saya ke sini awalnya adalah ingin
observasi ke Taman Budaya di Kota Semarang yang disebut Taman Budaya Raden
Saleh. Hal ini awalnya akan menjadi bahan data saya pada penelitian Kualitatif
yang membandingkan bagaimana eksistensi Taman Budaya yang ada di kota-kota
besar, namun pada kenyataannya sangat miris karena waktu itu adalah bulan puasa
sehingga aktivitas di sekitar Taman Budaya Raden Salah ini juga berkurang. Nah sebelum
mendatangi Taman Budaya ini siang itu saya menyempatkan untuk mengunjungi
bangunan yang sangat terkenal di kota ini. “Lawang Sewu” begitulah mereka
menyebut tempat ini dengan sangat epic, Bangunan kuno dan megah berlantai dua
ini setelah kemerdekaan dipakai sebagai kantor Djawatan Kereta Api Repoeblik
Indonesia (DKARI) atau sekarang PT Kereta Api Indonesia. Selain itu pernah
dipakai sebagai Kantor Badan Prasarana Komando Daerah Militer (Kodam
IV/Diponegoro) dan Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Perhubungan Jawa Tengah.
Pada masa perjuangan gedung ini memiliki catatan sejarah tersendiri yaitu
ketika berlangsung peristiwa Pertempuran lima hari di Semarang (14 Oktober - 19
Oktober 1945). Gedung tua ini menjadi lokasi pertempuran yang hebat antara
pemuda AMKA atau Angkatan Muda Kereta Api melawan Kempetai dan Kidobutai,
Jepang. Maka dari itu Pemerintah Kota Semarang dengan Surat Keputusan Wali Kota
Nomor. 650/50/1992, memasukan Lawang Sewu sebagai salah satu dari 102 bangunan
kuno atau bersejarah di Kota Semarang yang patut dilindungi (sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Lawang_Sewu)
Komentar
Posting Komentar