Parade Senjamu dan Cinta Kita
Aku adalah satu di antara mereka yang berdiri, di kerumunan banyak orang, aku tidak begitu memperhatikan suara musik yang menggema, aku tak peduli pada gadgetku untuk mengabadikan atraksi dan tarian, aku hanya menunggumu dan melihatmu dari kejauhan, aku melihat kau ada disana, kau sedang bersinar layaknya bintang yang menyinari hatiku yang gelap, segelap langit malam. Kau berdiri dengan gagah, memakai sepatu hitam mengkilap, seragam putih paskibraka, kau tampak hebat dan mengagumkan, penantianku selama ini terbayar dengan pesonamu sore itu.
Upacara akan segera dimulai, sebisa mungkin aku menahan langkahku, aku tetap berdiri ditempatku sedangkan yang lainnya mundur.
”Kak, ayo mundur, lihat upacara akan dimulai, polisi sudah menyuruh kita mundur.”
”Nanti aku akan jauh dari Yuda, tidak, aku tetap disini.”
”Kak, ayolah lihat dari jauh saja.”
Ega adikku segera menarik tanganku dan membawaku keluar gedung daerah, kini kami berada di ocean corner, tempat ini memang cukup dekat dari gedung, tetapi padatnya jalan raya oleh para tentara yang akan upacara, kerumunan penonton lain serta tenda pedagang begitu menghalangi pandanganku melihat kekasihku.
”Aku berdiri, kamu pegangin kakak ya, dek.” Pintaku pada Ega.
”Awas jatuh ya, kak.”
Kini aku dapat bebas melihat paskibraka yang sedang menurunkan Sang Saka Merah Putih. Cukup lama aku berdiri di pagar, aku merasa kaki ku kram, jadi aku segera turun dan duduk.
Saat upacara hampir selesai, adik ku minta dibelikan siomay, karena dia merasa lapar, maklum kami pergi sangat buru-buru, bahkan sebelum acara di mulai kami telah tiba di tempat, jadi kami tak sempat makan. Sebenarnya aku mendengar suara perutku, tetapi melihat uang yang ku bawa tak cukup, ku biarkan adikku saja yang makan, setelah kerumunan penonton berangsur-angsur sepi, kami menyebrang, lalu aku mencari di mana kau berada.
”Itu yuda kan?”
”Mana kak?”
”Itu yang berjalan ke arah sana, disamping mamanya!”
”Itu cuma mirip kak.”
”Tidak, itu ada adiknya juga”
”Iya, benar, itu adiknya.”
Saat aku hendak mengejarnya, Ega menarik tanganku.
”Duh, kenapa sih?”
”Tunggu, itu siapa..”
”Yang mana?”
”Perempuan yang berjalan dibelakangnya kak”
”Itu tantenya dek, memang masih muda.”
Aku langsung berlari kecil meninggalkan Ega, aku sampai tepat di depan Yuda, beberapa langkah di belakang ibunya, dia sedang tersenyum bahagia berfoto bersama keluarganya, lalu dia berjalan perlahan turun dari tangga gedung tempatnya berfoto, aku tersenyum padanya, tetapi entah kenapa dia melewatiku dan memeluk temannya, Fahry. Ya, aku sangat mengenal wajah itu, dia adalah sahabat Yuda, dia adalah laki-laki yang pernah ada di hatiku, tetapi tempat itu telah digantikan oleh Yuda sejak lama. Tanda tanya besar menggantung di kepalaku, mengapa Yuda seolah lupa padaku.? Ku kira senyum itu ditujukan untukku, ternyata tidak. Aku masih melekatkan pandanganku pada mereka, aku segera pergi beberapa langkah dan memalingkan wajahku agar Fahry tidak melihatku.
”Kak!”
Suara adikku memanggil, tetapi aku memilih diam dan tetap melihat Yuda.
”Kakak tidak lihat, Yuda memang tidak peduli lagi pada kakak, untuk apa lagi kita disini!”
”Aku bangga padanya, aku akan menghampiri ibunya dan meminta maaf.”
”Apaan sih kak, sudah tahu ibunya gak terlalu senang dengan hubungan kalian, ditambah lagi sikap Yuda yang seperti itu!”
Ega membimbing tanganku, kami sudah hampir keluar dari gedung daerah, tubuhku terasa tanpa tulang, langkahku begitu lunglai…
”Kalau aku tidak kembali kesana, aku akan menyesal seumur hidupku!”
”Ih kak!”
”Please, one more time, i really want it.”
”Kak, aku cuma takut kakak dimarahi mamanya.”
Ega seperti berat melepas genggamannya yang sangat erat namun tetap ia lakukan karena air mataku telah jatuh menuruni pipi. Aku berlari ke tempat ia berdiri, tapi setelah aku hampir sampai dia malah berlari, oh, rupanya dia sudah harus berkumpul dengan anggota paskib yang lain. Aku tak peduli apa yang akan dipikirkan Fahry, aku tak peduli meskipun dia akan melihatku, sambil mengusap air mata aku berjalan menuju tempat Tante Yasmin berdiri.
”Tante…”
”Eh iya, hai Ulfi..”
aku memberi salam kepada ibu dari kekasihku.
”Tante apa kabar?”
”Baik sayang, kamu cari Yuda ya?”
”Ya, Yudanya mana ya, Tante.?”
Sambil menunjuk barisan paskibraka Tante Yasmin berkata, ”di sana Fi, sudah harus berkumpul, gak bisa berfoto lagi deh kalian.”
”Ya, Tante, nggak apa kok.”
”Saya beri waktu 10 detik, yang memiliki orang tua dan keluarga segera salam dan berpamitan kepada orangtua kalian, dan bagi yang tidak segera menuju bus!” Suara tegas yang jelas terdengar dari seseorang yang berdiri di depan para paskibraka senja itu.
Rasanya aku cukup lega karena dapat menjumpai Yuda setelah cukup lama kami tidak berjumpa, aku melihat dia berlari dari barisannya, ia memeluk ibunya yang berdiri tepat disampingku, ia juga mencium kedua pipi ibunya, memberikan salam, sungguh pemandangan yang sangat indah dan membanggakan, lalu satu persatu ia berpamitan kepada keluarganya yang lain, sayang, ayahnya yang bekerja di luar negeri tidak dapat menyaksikan putranya secara langsung hari itu, setelah ia selesai berpamitan dengan keluarganya…
”Yud..” aku memanggil namanya yang kini sudah berada di depan mataku, aku berharap waktu berhenti saat aku melihat kedua matanya, wajahnya, aku memberikan senyuman terbaikku, aku memgulurkan tanganku, namun ia tak menyambutnya, ia hanya datar saja dan kemudian tersenyum sedikit dipaksa, ia segera memalingkan wajahnya, berlalu pergi, lalu memeluk Fahry yang berdiri tak jauh dari tempat aku dan keluarga Yuda berdiri. Fahry dengan tatapan yang seolah bertanya, ”Ada apa dengan kalian?” oh tidak aku tak sanggup lagi aku berjalan perlahan dengan kerapuhanku ke arah Ega.
”Kak…” air mukanya seperti mengkhawatirkan aku, aku masih menahan sesak didadaku, menarik nafas dan,
”apa Fahry melihatku?”
“Dia memperhatikanmu sejak tadi” kali ini aku yang menggenggam erat tangan adikku.
”Bukan hanya Fahry tetapi temannya juga melihatmu, mereka seperti…”
sembunyikan pesan asli.
”Cukup, ayo pulang.”
Aku menangis terisak, sesak di dadaku semakin menjadi, langit senja terasa gelap berkabut, langit seperti jatuh di depan mataku, aku tak diinginkannya. Aku bukan wanita hebat dan berbakat sepertimu yang hebat di bidang akademik dan non akademik, kau hebat di karate, pramuka, bahari, sekolah, dan kini kau seorang paskibraka, cita-cita yang kau inginkan sejak kecil tercapai hari ini, aku tetap berbahagia untuk itu. Kejadian ini membuat aku sadar seberapa jauh tempatku berdiri dari tempatmu bersinar, dibalik pria sukses selalu ada wanita hebat yang mendoakannya, dan ku yakin itu adalah ibumu yang sangat aku hormati, tetapi aku juga perempuan yang ikut mendoakan, menunggu dan mengkhawatirkanmu.
Tak peduli apapun yang membuat cintamu hilang ntah kemana, entah mungkin berpaling kepada yang lebih cantik dan berbakat, atau mungkin kesalah pahaman antara aku dan ibumu beberapa waktu yang lalu yang bahkan telah usai, aku tak mengerti. Jika aku harus menahan perih ini sendiri agar kau bahagia, maka aku akan melakukannya. Kau tak memberiku pilihan.
Komentar
Posting Komentar