Suaraku untuk Dekan Baru


“BERIKAN AKU REKONTRUKSI JANJI YANG HAKIKI”
Oleh: Arbi Ntan Era Komala



Sudah lebih dari dua puluh tahun silam fakultas dengan ilmu kejuruan yang memfokuskan diri di bidang pendidikan bahasa, sastra dan seni ini berdiri di tengah carut marut sistematika pendidikan di Universitas Negeri Jakarta. Banyak hal yang telah diperbaharui selama masa pergantian pimpinan-pimpinan akademik maupun administratif kemahasiswaan, salah satunya para pengisi kursi dekanat fakultas dalam periode pergantiannya.
Secara bahasa kata dekan bersal dari bahasa Belanda decaan dan bahasa Latin decanus yang berarti pemimpin untuk yang sepuluh. Secara harfiah dekan merupakan pejabat yang memimpin suatu fakultas di sebuah instansi perguruan tinggi. Dalam bentuk ideal, dekan adalah pemimpin administratif sekaligus pemimpin keakademikan tertinggi di fakultasnnya.
Banyak hal yang harus diperbaiki oleh pimpinan fakultas terpilih nantinya berupa  pekerjaan yang dijalankan dengan mumpuni untuk menjadikan salah satu himpunan sumber daya pendukung yang menyelenggarakan dan mengelola pendidikan akademik, vokasi, dan profesi ini unggul dan mampu meningkatkan daya saing dalam dunia kerja di era global.
Berbicara mengenai visi dan program kerja para caron dekan fakultas bahasa dan seni periode mandatang tentang bagaimana membangun dan mengembangkan fakultas bahasa dan seni menjadi inovatif,berkarakter, serta menjadi unggulan diantara keberagaman. Salah satu point penting yang harus diperhatikan untuk mencapai sebuah perubahan-perubahan itu adalah dengan meminimalisir adanya kesenjangan dalam kebebasan akademik.
Kebebasan akademik dalam dunia perguruan tinggi adalah suatu perangkat yang harus ditegakkan dalam setiap sudut lingkungan kampus. Kebebasan akademik merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk memahami, mengkritisi dan menghasilkan suatu solusi masalah dalam pergolakan sosial masyarakat. Hal ini berhubungan dengan berbagai macam kebijakan-kebijakan dalam menaungi kegiatan akademik. Hal-hal kecil sebagai penyebab adanya kesenjangan ini pun terurai dari beberapa faktor di antaranya yaitu adanya proses pengajaran dosen tanpa inovasi dan hanya mementingkan sebuah hasil yang instan, lalu problematika mengenai gedung-gedung yang masih kurang memadai serta banyaknya sarana-prasarana penunjang perkuliahan yang kurang diperhatikan.
Program penataan ulang fakultas bahasa dan seni merupakan sebuah langkah awal yang dirasa sangat baik dilakukan dengan memperhatikan beberapa aspek yang mendukung di antaranya seperti aspek kebersihan, keindahan, kenyamanan, dan keamanan melalui penekanan pada indikator-indikator lainnya dengan memperhatikan dampak serta kemungkinan-kemungkinan yang terjadi akibat adanya relokasi terhadap tata kelola ruang  yang baru nantinya.
Degradasi moral dan etika yang dihadapi saat ini, membutuhkan peran aktif para pemimpin yang berjiwa sosial tinggi dengan pengembangan-pengembangan budaya kerja yang baru agar nantinya mampu membentuk lulusan-lulusan yang siap dengan modernisasi, tangguh dalam menghadapi arus globalisasi tanpa kehilangan jati dirinya sebagai aktivis akademik yang berlandaskan pada IMTAQ dan IPTEK.
Pengambangan budaya kerja difokuskan pada agenda membangun kepemimpinan (managerial), kemampuan intelektual (intellectual), dan perhatian pada pendidikan karakter. Hal ini dipahami karena pengembangan SDM aparatur merupakan salah satu kebijakan untuk membentuk sebuah sistem birokrasi yang efektif dan efisien, tanggap dan cekatan, terbuka dan bertanggung jawab, serta memiliki kinerja yang tinggi dalam bidang pembangunan dalam pembaruan pelayanan yang hakiki.
Salah satu kebijakan yang dilakukan dalam hal ini adalah memberikan kesempatan kepada seluruh aparatur untuk mengekspresikan ide, cita-cita, dan harapan seluas dan sebebas mungkin. Dengan kata lain disebut pula budaya menggali ide dari bawah terhadap aparatur yang berprestasi dan mampu mewujudkan ide yang bagus sebagai bagian dari hak yang patut diterima. Dengan model seperti ini, pimpinan yang nantinya terpilih di harapkan akan mampu berfungsi sebagai motivator yang dapat mengembangkan budaya kopetetif antar pegawai sehingga dapat memicu peningkatan produktivitas kerja secara menyeluruh.
            Berbicara menenai program pengembangan kurikulum perkuliahan yang rencananya ingin di sesuakain dengan kebutuhan masyarakat ini dinilai kurang bijak, hal ini terjadi karena dirasa kurang sesuai dengan kenyataan yang ada di lapangan. Pengembagan kurikulum adalah istilah yang komprehensif, didalamnya mencangkup perencanaan, penerapan, dan evaluasi. Kurikulum pada dasar nya disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap perkembangan peserta didik dan kesesuaiannya dengan lingkungan. Perlu ditambahkan bahwa pendidikan nasional juga berakar pada kebudayaan nasional, dan pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Berdasarkan ketentuan dan konsep tersebut, pengembangan kurikulum harus berlandaskan pada faktor-faktor di antaranya adalah 1) tujuan filsafat dan pendidikan nasional yang dijadikan sebagai dasar untuk merumuskan tujuan institusional yang pada gilirannya menjadi landasan dalam merumuskan tujuan kurikulum suatu satuan pendidikan, 2) pengembangan sosial budaya dan agama yang berlaku dalam masyarakat kita, 3) pengembangan peserta didik yang menunjukan pada karakteristik perkembangan peserta didik, 4) keadaan lingkungan yang meliputi lingkungan manusiawi (interpersonal), lingkungan kebudayaan termasuk iptek (kultural), lingkungan hidup (bioekologi) serta lingkungan alam (geoekologis), 5) kebutuhan pembangunan yang mencangkup kebutuhan pembangunan di bidang ekonomi, kesejahteraan rakyat, hukum, hankam, dan lain-lain.
Kurikulum minimal mendapatkan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikembangkan di perguruan tinggi serta pengembangan ilmu pendidikan dan keguruan dalam bentuk penyiapan guru-guru di lembaga tinggi keguruan (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan). Pengetahuan dan teknologi memberikan banyak sumbangan terhadap isi kurikulum serta proses pembelajaran. Perkembangan teknologi selain menjadi isi kurikulum juga mendukung pengembangan alat bantu dan media pendidikan.
Kurikulum Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (IKIP, FKIP, STKIP) juga mempengaruhi pengembangan kurikulum, terutama melalui penguasaan ilmu dan kemampuan keguruan dari guru-guru yang dihasilkan. Hal  tersebut harus menjadi prioritas utama yang diperhatikan pemimpin terpilih nantinya sebagai metode untuk mempengaruhi pengembangan kurikulum dengan penguasaan ilmu, baik ilmu pendidikan maupun bidang studi serta kemampuan mengajar dari guru-guru sebagai bentuk implementasi kurikulum kedepannya.

Pada periode masa jabatan yang akan datang, diharapkan banyaknya perubahan secara signifikan yang terjadi melalui tahapan-tahapan demi menghasilkan mutu terbaik diakhir masa jabatan nantinya. Peningkatan akreditasi program studi harus direncanakan dengan sebaik-baik mungkin berdasarkan standar acuan keunggulan mutu penyelenggaraan dan strategi program studi dalam meraih masa depan. Strategi dan upaya pewujudannya, difahami dan didukung dengan penuh komitmen serta partisipasi yang baik oleh seluruh pemangku kepentingannya. Seluruh rumusan yang ada mudah difahami, dijabarkan secara logis, sekuen dan pengaturan langkah-langkahnya mengikuti alur fikir (logika) yang secara akademik wajar. Strategi yang dirumuskan didasari analisis kondisi yang komprehensif, menggunakan metode dan instrumen yang sahih dan andal, sehingga menghasilkan landasan langkah-langkah pelaksanaan dan kinerja yang urut-urutannya sistematis, saling berkontribusi dan berkesinambungan.
Dalam keadaan sebenarnya berdasarkan pengalaman dan alur kepemimpinan sebelumnya, banyak sekali penyimpangan-penyimpangan yang terjadi tidak sesuai dengan pemaparan visi dan program kerja yang telah dipaparkan, dengan kata lain hal ini terjadi karena adanya hambatan-hambatan dalam perspektif tertentu. Untuk itu, bagi pemimpin fakultas terpilih nantinya, hendaknya melatih diri untuk selalu bersikap bijaksana, adil, jujur, peduli sosial, dan sikap nilai karakter yang dapat membawa kesejahteraan bagi lingkungannya. Pada hakekat nya seorang pemimpin harus  mampu memberikan pengaruh kepada perubahan prilaku dan kebiasaan orang lain baik secara langsung maupun tidak langsung (Muninjaya, 1999).
            Siapapun yang terpilih sebagai pemimpin fakultas bahasa dan seni yang terintegritas nantinya, haruslah mampu menjadi agen perubahan untuk mencapai tinggat keunggulan yang dicita-citakan sejak awal. Maka dari itu untuk menjaga tuntutan dan rekonstruksi karakter inovasi sebagai bentuk implementasi pada penjaminan mutu akademik serta hal-hal yang berkaitan dengan tahapan-tahapan pengembangan lainnya, dilakukan dengan merealisasikan segala bentuk program yang direncanakan melalui bentuk kerja nyata dengan memberikan manfaat yang konkret agar dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia kedepannya.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kinang Kilaras

Aku dan Yogyakarta

Maaf Membuatmu Kecewa